Menjadi Aktuaris Muda yang Kece, Mumpuni, dan Tetap Kreatif di Tengah Pandemi Korona Bersama ASUS VivoBook S14 S433

Pandemi korona itu membuat sakit kepala. Rumah dan kantor itu serasa tak ada bedanya. Rumah saya ya kantor saya. Hari terasa tak ada habisnya hanya untuk kerja. Rapat juga sulit karena tidak tatap muka. Duh.

Seorang rekan yang pusing dengan kegiatan work from home.

Seorang rekan mengeluh seperti itu kepada saya. Padahal, jika bisa beradaptasi dengan perubahan, pandemi korona bukanlah akhir dari segalanya. Perpindahan kerja dari kantor ke rumah, perpindahan tempat belajar dari sekolah dan kampus ke rumah, justru membuat kita semua harus semakin produktif. Jika biasanya kita perlu berjibaku dengan kemacetan lalu lintas atau penuh sesaknya transportasi publik, kini kita tidak perlu bermobilitas sama sekali. Semuanya bisa berjalan dari rumah selama bisa memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Saya seorang mahasiswa. Sehari-hari saya perlu menempuh perjalanan paling tidak lima jam dari rumah ke kampus dan kembali ke rumah. Saya sudah berangkat ketika matahari baru terbit dan pulang ketika matahari sudah tenggelam. Istirahat kurang, berangkat dengan tubuh yang belum sepenuhnya segar, dan kembali dengan tubuh yang sudah lelah serta pekerjaan yang masih setumpuk. Banyak ide untuk dilaksanakan, tetapi minim yang berhasil diwujudkan dan kualitasnya tidak maksimal.

Sejak berkuliah dan bekerja di rumah, produktivitas saya meningkat. Lima jam yang sebelumnya digunakan untuk bermobilitas mengalami konversi menjadi hal-hal menguntungkan.

Menyelesaikan tugas akhir

Tahun ini ditargetkan menjadi tahun terakhir saya dalam studi Sarjana. Ketika saya punya kesempatan untuk memilih hendak lulus tujuh atau delapan semester, pastilah pilihan pertama lebih menarik. Lulus lebih cepat dengan harapan bisa memasuki dunia kerja lebih awal alias membawa pulang gaji lebih awal, siapa yang tidak mau? Ya, dengan syarat tugas akhir harus diselesaikan dan lulus disidangkan.

Saya berharap tugas akhir saya tidak menjadi sebatas buku tebal yang ujungnya dionggok di perpustakaan kampus tanpa makna yang jelas. Sesuai Tri Dharma Perguruan Tinggi, tentu kami diharapkan bisa mengabdi kepada masyarakat dan itu termasuk melalui penelitian yang dijadikan sebagai tugas akhir. Permasalahannya, mendapatkan idenya secara utuh tidak mudah, belum lagi memecahkan persoalan dan menuliskannya dengan baik.

Oleh karena itu, saya mencicil tugas akhir saya sedikit demi sedikit. Ketika satu tahap berhasil didefinisikan, penyelesaiannya pun tidaklah mudah. Seringkali, jika sudah berurusan dengan yang namanya data, perhitungan numerik dibutuhkan dan komputer kini berperan. Lebih dari satu jam itu sudah pasti, bahkan bisa memakan waktu seharian jika performa komputer sedang tidak bersahabat.

Mengadakan riset aktuaria

Keberadaan pandemi COVID-19 menimbulkan kepanikan di mana-mana, khususnya ketika dia baru datang dan merebak. Saat itu, Rupiah melemah secara signifikan dan cepat. Pembatasan sosial berskala besar digalakkan di mana-mana. Ketidakpastian ini menciptakan kebingungan, bagaimana cara menghadapinya?

Dengan ilmu yang saya miliki, saya mencoba berkontribusi untuk masyarakat. Dua riset kecil dilakukan dengan mengaplikasikan komponen dari ilmu aktuaria dalam menganalisis pergerakan mata uang Dollar Amerika yang saat itu berada di level Rp16.000-an dan juga berapa lama pandemi akan berlangsung secara global. Ya, global, karena pandemi ini menyebar ke berbagai belahan dunia dan saat itu penerbangan internasional masih dibuka. Belum lagi, ada berita bahwa bank sentral Tanah Air bersiap-siap untuk kemungkinan terburuk Dollar Amerika mendekati level Rp20.000 dan beberapa negara bersiap terkait masih adanya pandemi pada tahun 2021.

Hasil riset dipublikasikan secara independen di ResearchGate dan penerjemahannya diunggah di Kompasiana serta LinkedIn. Hasilnya cukup menyejukkan suasana.

  1. ‌Saat itu Rupiah masih mencari stabilitas dan tidak muncul tanda-tanda atas kepanikan yang berlebih. Dengan posisi saat itu di Rp16.500, paling tidak diekspektasikan bahwa Rupiah bisa sedikit menguat ke level 16.200 dan jika itu terjadi, sangat besar kemungkinannya untuk kembali ke level 14.000-an. Tak lama setelahnya, Rupiah benar-benar menguat sesuai prediksi.
  2. ‌Puncak korona global saat itu diperkirakan jatuh pada Juni 2020. Menunggu mereka yang terjangkit virus saat puncak tersebut sembuh, kita ditargetkan sudah bisa beraktivitas secara normal dan bepergian ke luar negeri pada September 2020. Pada kenyataannya, new normal sudah dimulai di bulan Juni dan kita berharap pandemi bisa segera berakhir, bahkan sebelum bulan September.

Respon positif cukup banyak diperoleh dari dua riset tersebut sehingga saya tertarik untuk mengadakan riset lanjutan. Mengingat tahun ini rencananya adalah tahun terakhir studi Sarjana dan tahun depan sudah memeroleh pekerjaan, tentu waktu yang paling baik untuk riset lanjutan tersebut, ya sekarang ini. Target publikasinya juga meningkat menjadi prosiding atau jurnal internasional, semoga bisa terwujud dan mendukung niat kuliah lagi di kemudian hari.

Kembali mengulas gawai

Ketika pandemi korona datang, tentunya aktivitas di luar rumah sebisa mungkin dihindari. Bekerja sampai berbelanja semuanya dilakukan dari rumah. Jika barang yang dibeli adalah kebutuhan sehari-hari yang sudah diketahui, mudah karena tinggal mengulang pembelian seperti biasa. Bagaimana jika yang dibeli adalah gawai untuk menggantikan “teman kerja” yang sudah rusak atau tak lagi piawai?

Saya juga tidak keluar rumah. Saya bukan pengulas populer yang dikirimkan unit pinjaman ke rumah oleh produsen dan juga tidak punya cukup banyak uang untuk membeli gawai yang akan diulas. Akan tetapi, saya tetap berniat membantu para pencari gawai di rumah. Caranya?

Mirip kegiatan jurnalistik pada umumnya, saya mengumpulkan ulasan pengulas dari dalam dan luar negeri tentang gawai yang baru meluncur. Saya akan membacanya satu persatu dan berfokus pada poin-poin yang dibutuhkan oleh pengguna di Tanah Air. Saya juga akan melihat spesifikasi di atas kertas yang diberikan, skor pengujian aplikasi benchmark (jika ada), dan membandingkannya dengan gawai setara yang pernah saya uji secara fisik. Kalau di teori aktuaria, konsep berpikir seperti ini dinamakan kredibilitas. Hasilnya mungkin meleset, tetapi sudah cukup mampu mewakili keadaan sesungguhnya. Terakhir, harganya, apakah pantas dengan performa yang diberikan.

Harapannya adalah masyarakat Indonesia bisa memeroleh gawai baru yang sesuai dengan kebutuhan dan harganya juga merupakan harga terbaik. Ulasan ini saya ajukan untuk publikasi di Mojok dan Terminal Mojok. Selama pandemi berlangsung, saya sudah mempublikasikan total sebelas ulasan. Dikombinasikan dengan ulasan mobil, yang juga banyak dibutuhkan untuk bermobilitas di era new normal, lumayan juga bahwa honorarium yang saya bawa pulang sudah mencapai Rp1,7 juta. Ke depannya, saya berharap bisa membeli gawai itu sendiri, bahkan mungkin dipinjamkan oleh produsen. Nah, kalau sudah seperti ini, bisa buka kanal YouTube khusus dunia pergawaian.

Blog lebih terurus

Menang lomba blog masa kini itu tidak semudah empat tahun lalu ketika prestasi saya di dunia blogging mulai bermunculan. Saat itu, modal netbook Intel Atom dan gambar hasil unduhan dari internet, paling bagus sedikit diberi sentuhan dengan Microsoft Paint, sudah cukup asalkan kata-kata yang menuntun arah konten memang bermutu. Mulai menulis setelah makan siang, selesai diunggah sebelum makan malam, cepat kan?

Seiring banyaknya mahasiswa sampai pekerja milenial yang ikut blogging, banyak pula kebutuhan konten yang muncul. Infografis besutan PowerPoint itu sudah biasa, video yang dikutip dari YouTube juga biasa, data statistik yang cukup kental urusan matematisnya mulai menjadi sebuah tren baru untuk dinikmati, dan foto diri yang benar-benar terkait dengan konten sangatlah dibutuhkan. Jika awalnya juara lomba blog cenderung pada orang yang itu-itu saja, sekarang lebih banyak kejutan orang-orang baru.

Pada masa kuliah tatap muka, hal seperti ini sulit dilakukan. Menulis satu artikel yang bisa memenangkan lomba blog membutuhkan waktu satu sampai dua hari penuh, ya memang tidak sebentar. Ide perlu ditulis dengan baik dan dirajut dengan pendukung yang manis dipandang mata. Satu artikel per pekan itu sudah serasa seperti mimpi, bahkan satu artikel per bulan saja sulit. Sejak pandemi korona, mungkin-mungkin saja saya mengunggah beberapa artikel dalam pekan yang sama. Sebelas artikel terunggah dalam tiga bulan dan dari lima ajang lomba yang sudah mengumumkan pemenang, saya bisa memeroleh juara di tiga ajang, lumayan. Total-total, saya mendapatkan sekitar Rp2,5 jutaan dalam bentuk voucher belanja, saldo e-money, dan uang tunai, lumayan.

Membagikan suara (betul-betul suara)

Di kanal YouTube yang sayangnya tidak terurus, tiga video pertama sama sekali tidak mengandung suara saya. Alasannya sederhana, saya tidak cukup percaya diri memperdengarkan suara. Rekan-rekan di dunia aktuaria tentu sudah biasa mendengar suara saya, ketika saya diberi kesempatan untuk berdiskusi terkait suatu topik pada ajang konferensi atau seminar aktuaria. Akan tetapi, untuk topik umum, sebaliknya.

Video keempat di YouTube, sekaligus video perdana di akun Instagram pribadi, adalah awal di mana saya mengunggah video menyanyi. Saat itu, kampus saya bekerja sama dengan pihak ketiga untuk mengadakan lomba menyanyi berhadiah cukup lumayan. Okelah, saya suka menyanyi dan layak dicoba juga. Memang ujungnya tidak menang, tetapi setidaknya sudah mencoba dan tidak ada yang mencibir kalau suara saya terlalu jelek. Kepercayaan diri mulai naik.

Saat ini, saya sedang menunggu pengumuman lomba podcast yang diadakan oleh salah satu stasiun radio. Sebagai mahasiswa aktuaria, saya cukup terpanggil untuk membicarakan mengenai bahaya rokok. Masalahnya, ya saya tidak punya pengalaman untuk membuat podcast apalagi sendirian alias solo. Semoga bisa menjadi salah satu pemenang dan memotivasi saya membuat podcast berikutnya, Amin.

Meningkatkan kemampuan diri

Belajar adalah kegiatan seumur hidup, termasuk di dunia profesi aktuaria. Kebutuhan nasabah terus berkembang, kompleksitas produk dan data meningkat, model matematika baru bermunculan, bagaimana menanganinya? Saya sadar bahwa ilmu di bangku kuliah hanyalah dasar untuk memahaminya sehingga perlu terus meningkatkan kemampuan diri.

Beruntung, ada lembaga kursus yang membuka kelas daring secara gratis yaitu edX. Kebetulan, kami juga mendapatkan kode gratis untuk trek bersertifikat dari edX. Jadi, mengapa tidak dimanfaatkan? Saya juga berusaha mendalami lagi materi kuliah yang selama ini tidak dibahas detil karena keterbatasan waktu dan mulai mencicil materi untuk ujian aktuaria lanjutan. Ya, saya sedang menunggu penyetaraan mata kuliah dan setelahnya bisa memeroleh gelar ajun aktuaris (ASAI) dari Persatuan Aktuaris Indonesia, tetapi itu belum cukup. Masih ada serangkaian ujian untuk menjadi FSAI, belum lagi ujian demi gelar internasional seperti FSA dan FCAS. Karena materinya juga berkaitan erat dengan persiapan pola pikir memasuki dunia kerja, tidak ada salahnya untuk memulai dari sekarang. Saya juga ada niat untuk mengambil ujian AAIJ dan AAIK dari AAMAI, tetapi belajar secara terarah dan terukur tentu lebih baik untuk hasil maksimal.

ASUS VivoBook A442UQ temanku saat ini, VivoBook S14 S433 masa depanku

Ketika masuk kuliah, saya menyadari netbook Atom sudah tak kuat lagi. Satu laptop lagi dengan prosesor Intel Core 2 Duo juga tak lagi mumpuni jika dipaksakan berjalan dengan sistem operasi Windows 10, suatu hal wajib untuk kami. Sayonara semuanya, saya jelas perlu laptop baru.

Bulan-bulan pertama, saya berusaha bertahan dengan meminjam komputer di laboratorium departemen. Jika laboratorium tutup, saya berjalan ke Perpustakaan Pusat supaya bisa meminjam komputer di sana dan tentunya hanya untuk mengetik laporan hasil perhitungan. Di akhir semester pertama, laboratorium departemen ditutup untuk kepentingan peremajaan dan perhitungan tidak bisa pindah ke sistem yang disediakan di perpustakaan. Dengan modal uang saku yang dikumpulkan dari beasiswa READI Project saat itu, saya membawa pulang ASUS VivoBook A442UQ (Core i5) seharga Rp8,2 jutaan. Sejak kecil, keluarga besar saya memang sangat memercayakan pilihan laptopnya ke brand ASUS karena terbukti berperforma mumpuni, harganya terjangkau, dan tahan lama. A442UQ ini dipilih karena itu sudah yang terbaik dengan kocek di tangan dan banyak digunakan pula oleh senior.

Dengan VivoBook inilah, saya mengarungi 116 kredit perkuliahan sampai saat ini, berjuang untuk memeroleh gelar ASAI, dan menulis esai yang berhasil memenangkan ARECA Actuarial Scholarship. Sayangnya, kini performanya mulai tak sesuai kebutuhan dan saya melirik penggantinya yaitu VivoBook S14 S433, VivoBook keluaran terbaru dari ASUS yang benar-benar berbeda kalau diklaim oleh Kak David GadgetIn. Saya tidak lihat yang lain, karena dialah yang terbaik dan #VivoBookLaptopGue. Mengapa dia layak dibanggakan?

#1: Warna Baru, Desain Baru, Ruang Ekspresikan Dirimu

Jika dulunya ASUS senang memberikan tiga pilihan warna yang monoton untuk keluarga VivoBook, alias abu-abu, emas, dan perak, tentunya selaras dengan tren warna ponsel pintar saat itu, kini ASUS ikut menyesuaikan zaman. Tak tanggung-tanggung, empat warna sekaligus diberikan bagi mereka yang senang kesederhanaan sampai ingin tampil beda. Indie Black, Gaia Green, Dreamy Silver, dan Resolute Red, itulah pilihan warna pada seri S433 ini. Saya sendiri masih akan memilih warna hitam karena tentunya tidak mudah kotor dan mudah dibersihkan. Yang lain tetap cantik kok, hanya saja bukan pilihan saya.

Logo ASUS yang biasanya tampil besar dan mencolok di tengah kini digantikan dengan tulisan ASUS VivoBook yang lebih kecil dan mengarah ke tepi kanan. Hal ini lebih menyenangkan bagi mereka yang senang mengekspresikan diri dengan menempel stiker (karena ruangnya lebih luas) dan/atau mereka yang cukup rendah hati (alias anti-mamer) sehingga tidak mau orang lain mengetahui apa seri laptop-nya.

ASUS Indonesia bekerja sama dengan seniman Muklay untuk menyediakan stiker eksklusif bagi pembeli S433, tetapi Anda bisa menggunakan stiker Anda sendiri juga kok. Misalnya saja saya. Dengan pilihan warna hitam, risiko tertukar lebih tinggi. Sebagai pembeda, saya memilih untuk menempel logo Mercedes yang sangat cocok dengan warna dasar hitam. Sebuah mobil Eropa dengan standar kemewahan, keamanan, dan performa yang tinggi baik di jalan maupun di ajang balap, sangat menginspirasi perjalanan hidup saya. Sesuai slogan, ekspresikan dirimu, dare to be you.

#2: Prosesor Intel Core generasi ke-10 yang hemat daya

Bidang utama saya terkait ilmu aktuaria membutuhkan prosesor dan kemampuan inti tunggal yang tinggi, sedangkan sampingan sebagai content creator membutuhkan kemampuan inti berganda yang tinggi. Di sisi lain, daya yang digunakan harus tetap hemat agar baterai tidak cepat habis di luar rumah dan penggunaan listrik juga tidak boros untuk tagihan PLN di rumah sendiri.

ASUS VivoBook S14 S433 ini hadir dengan prosesor Intel Core generasi ke-10, i5-10210U (4 core, 8 thread, base clock 1.6GHz, turbo boost up to 4.2GHz) untuk varian termurahnya atau Intel Core i7-10510U (4 core, 8 thread, base clock 1.8GHz, turbo boost up to 4.9GHz) dengan daya hanya 15W alias sangat hemat. Prosesor terbaru tentunya memberikan performa terbaik dan masa depan yang masih panjang. Jumlah core dan thread yang banyak memungkinkan beberapa pekerjaan kompleks dilakukan bersamaan tanpa mengorbankan kecepatan. Turbo boost yang tinggi memberikan tambahan performa yang signifikan ketika dibutuhkan untuk komputasi tingkat tinggi. Sepanjang penggunaan laptop yang sekarang, frekuensi 3.4GHz itu sudah tergolong kurang di “laboratorium” aktuaria saya.

Jika Anda melihat laptop gaming yang lebih boros daya, jangan iri. Intel Core i5-10210U setara dengan Intel Core i5-7300HQ, sedangkan Intel Core i7-10510U setara dengan Intel Core i7-6820HQ. Padahal, prosesor yang disebut lebih belakangan mengonsumsi daya tiga kali lipat alias 45 W. Anda tidak mau baterai cepat habis dan tagihan PLN melonjak kan?

#3: Duet layar dan kartu grafis terbaik untuk desain dan gaming

Zaman sekarang, banyak orang membutuhkan laptop yang bisa digunakan untuk desain grafis dan rendering video sekalipun tidak bergerak di industri tersebut karena ingin menjadi content creator profesional. Aplikasinya seputar Corel Draw, Photoshop, Premiere, Illustrator, Vegas Pro, sampai Blender. Gaming juga dibutuhkan untuk melepas penat karena penggunaan konsol terpisah dianggap kurang efisien, di mana standar game-nya adalah DOTA, GTA, PUBG, Fortnite, FIFA, PES, MotoGP, sampai F1.

ASUS memadankan dua kesempurnaan dalam urusan grafis, yaitu layar 14″ beresolusi Full HD dengan panel LED IPS dan kartu grafis NVIDIA GeForce MX250 dengan 2GB GDDR5 VRAM alias memori grafis tidak perlu pinjam RAM laptop untuk pemrosesan. Layar itu mendukung viewing angle hingga 178 derajat dan dikelilingi dengan bingkai tipis NanoEdge sehingga menghasilkan rasio layar terhadap bodi sebesar 85%. Warnanya sangat akurat dengan color gamut sRGB 100% dan ditunjang oleh kartu grafis yang mumpuni, tepatnya setara GeForce GT1030 untuk kelas desktop. Gaming seperti PES 2020 tentunya tidak ada masalah untuk melenggang mulus di 60fps, setidaknya demikian menurut hasil pengujian Om Dedy Irvan dari Jagat Review untuk varian Core i5. Rendering video juga berjalan sangat cepat. Menonton YouTube atau NetFlix? Laptop ini sudah termasuk overkill, mungkin.

Kalau saya memiliki VivoBook 14 S433 ini, mungkin saya akan tertarik untuk mengembangkan kanal YouTube saya. Mengikuti jejak Actuary Elle dan MJ The Actuarial Fellow, saya ingin berbagi konten aktuaria kepada masyarakat agar lebih memahami dunia asuransi, tetapi dengan bahasa yang sangat sehari-hari dan jauh dari kesan teknis. Mungkin menarik juga kali ya kalau saya bermain games seperti F1 atau MotoGP dengan gaya aktuaris lalu di-streaming ke Twitch? Apakah bermainnya akan cenderung luwes atau banyak berhitung? Kita lihat saja nanti kalau ada waktu dan kesempatannya.

#4: Memori terbaik dan terlengkap

RAM berkapasitas 8GB sudah merupakan kebutuhan untuk multitasking lancar di Windows 10. Konfigurasi dual channel tentu lebih baik dengan performa yang lebih optimal. Di S433 ini, ASUS langsung memberikan keduanya, yaitu RAM 8GB DDR4-2666 dengan konfigurasi dual channel. Hal ini sangat lumayan untuk “laboratorium” saya yang senang memproses beberapa pekerjaan sekaligus, itu pun masih sambil browsing, mengetik, dan memutar musik. Laptop ini siap disiksa dan akan tetap memberikan performa yang mumpuni.

Booting yang lambat tentu menjadi kendala saya di VivoBook A442UQ saat ini dan semua laptop Windows 10 lain berbasis HDD, terlebih standar yang 5400rpm. Jika terakhir laptop di-shut down, saya membutuhkan waktu hitungan menit untuk menyalakan Windows sampai siap digunakan. Penggunaan Office versi terbaru pun tidak kalah lama untuk startup-nya. Jika laptop minta diperbarui fitur dan keamanannya, siap-siap setengah hari tidak bekerja. Tidak ada slot M. 2 untuk penyimpanan tambahan yang membuat saya akhirnya memilih untuk beralih. Karena tak sabar dengan booting yang lama, saya memilih untuk terus hibernate dan sepertinya kebiasaan ini mulai merusak HDD yang bahkan sulit sekali hanya untuk menyimpan dokumen PDF dalam sekali jalan.

VivoBook 14 S433 sudah datang dengan SSD M.2 PCIe NVMe sebesar 512GB dan masih dibekali Intel Optane H10 berkapasitas 32GB untuk performa penyimpanan yang luar biasa, setidaknya mencapai 1500MB/s (read) dan hampir 1000MB/s (write) menurut pengujian Jagat Review TV. Mengingat tren penyimpanan 1TB ke atas mulai muncul, ASUS masih memberikan lagi satu slot kosong SSD M. 2 PCIe NVMe yang mendukung kecepatan x4 hingga 3000 MB/s. Gila!

#5: Tipis, ringan, dan tetap berfitur premium

VivoBook S14 S433 ini memiliki ketebalan hanya 1.5 cm dan beratnya 1.41 kg sehingga muat ke berbagai tas punggung standar. Membawanya tidak akan membuat tangan sakit jika dijinjing atau punggung sakit jika menggunakan tas punggung. Bodinya juga menggunakan campuran polikarbonat dan alumunium alloy dengan finishing berupa diamond cutting yang membuatnya lebih premium dan kokoh alih-alih plastik biasa. Apakah tipisnya bobot membuat fitur juga jadi tipis?

#5.1: Konektivitas kabel dan nirkabel lengkap

Pertama, kita mulai dari konektivitas. Biasanya laptop tipis hanya memiliki dua port USB Type-A, tetapi ASUS tetap memberikan tiga. Tepatnya, konektivitas fisik yang diberikan adalah 1x USB 3.2 (Gen1) Type-C, 1x USB 3.2 (Gen1) Type-A, 2x USB 2.0 Type-A, HDMI (untuk urusan proyektor), Combo Audio Jack 3.5mm (untuk pecinta earphone konvensional), dan MicroSD card reader (untuk menyalin foto dari kamera tanpa ribet). Tentunya tidak lucu jika kita hendak berpresentasi di suatu tempat dan gagal karena apa? Port tidak sesuai dan konektor pun lupa dibawa!

Konektivitas nirkabelnya sudah mendukung WiFi 6 yang tiga kali lebih cepat dari WiFi 5 dan Bluetooth 5, mantap nih untuk menyongsong teknologi 5G dan bertukar data supercepat. Maklumlah, saya ini masih menggunakan ponsel untuk tethering internet, tak jarang file saya unduh dulu ke ponsel baru dikirim ke komputer. Jelas, saya butuh WiFi dan Bluetooth agar tidak perlu berurusan dengan kabel.

#5.2: Keyboard nyaman layaknya milik desktop

Kedua, keyboard. Biasanya, laptop tipis memiliki travel distance, bahasa sederhananya kedalaman, yang tergolong dangkal sehingga kurang nyaman untuk mengetik cepat. S433 tetap memertahankan kenyamanan mengetik dengan travel distance 1.4mm, ukurannya full-size sama seperti desktop, dan bisa digunakan di kondisi gelap dengan adanya fitur keyboard backlit hingga tiga tingkat kecerahan. Di tombol enter juga disediakan penanda warna kuning untuk memperjelas posisi, ala-ala laptop gaming ya.

Asyiklah kalau begini, saya bisa mengetik dengan nyaman dan luwes untuk membuat konten kreatif dan menjelaskan riset-riset saya ke depan. Belum lagi terdapat ganjalan di bawah bodi sehingga posisi keyboard agak miring dan nyaman untuk mengetik sekalipun dipangku santai dengan kaki.

#5.3: Baterai Besar dan Tahan Lama, Mengecasnya pun Secepat Kilat!

Ketiga, daya tahan baterai. Laptop tipis umumnya dibekali dengan baterai kecil berkapasitas sekitar 30Wh yang hanya tahan selama jam kerja dipotong istirahat, yaitu sekitar enam sampai delapan jam. Akan tetapi, ASUS datang dengan baterai berkapasitas 50Wh yang tahan sekitar sembilan sampai dua belas jam alias siap diajak lembur. Hal ini bagus juga bagi para traveller yang membawa laptop-nya untuk membuat konten atau para generasi milenial yang lebih senang bekerja di kafe misalnya. Laptop bisa bertahan seharian tanpa membawa kabel charger dan itu lumayan mengurangi bobot bawaan.

Menggunakan bahan lithium-polymer, baterai diklaim lebih tahan lama untuk penggunaan jangka panjang. Pengisiannya pun tergolong cepat, ASUS mengklaim fitur fast charging membuat 60% kapasitas baterai dapat terisi dalam 49 menit menggunakan adaptor bawaan 65W. Menurut pengujian Jagat Review, ini tercapai dalam 41 menit dan selanjutnya butuh total 120 menit untuk melaju sampai kapasitas 99%. Baterai bisa semakin tahan lama dengan menggunakan fitur yang tersedia di perangkat lunak bawaan ASUS.

#5.4: Laptop aman tanpa khawatir kata sandi ketahuan orang lain

Keempat, fitur keamanan. ASUS membenamkan sensor berbentuk persegi di pojok kanan atas trackpad yang mendukung login melalui Windows Hello. Hal ini sangat penting untuk login yang cepat tanpa perlu memasukkan kata sandi atau PIN, khususnya jika berada di tempat yang tidak privat. Sebagai peneliti dan penulis, privasi saya adalah kunci. Data dan pemikiran yang saya tuangkan adalah sumber publikasi dan pendapatan saya. Jika itu dicuri dan orang lain menerbitkannya dengan nama saya, saya tidak bisa berbuat apa-apa, ide saya dianggap milik orang lain, dan saya tidak bisa lagi menerbitkan hal serupa. Jika tidak mau dengan jari, saya bisa mengandalkan fitur pengenal wajah melalui bantuan webcam beresolusi 720p yang pastinya memiliki akurasi lebih tinggi dengan ketajaman foto lebih baik. Selain untuk keamanan, video call juga lebih jernih kan?

#5.5: Audio premium

Kelima, audio premium. Stereo speaker yang tersertifikasi Harman Kardon sudah cukup untuk menggambarkan mewahnya audio yang dihasilkan oleh laptop ini. Menonton film, mendengarkan musik, sampai menyimak suara pembicara di webinar pastinya jernih dan memukau dengan VivoBook S433 ini. Optimasi perangkat lunak dari ASUS yaitu AudioWizard dan mikrofon yang mendukung perintah suara yaitu Cortana membuat semuanya terasa sempurna.

#5.6: Aksesoris, perangkat lunak bawaan, pelayanan pascapenjualan, lengkap!

Keenam, paket penjualan. Laptop ini tak lagi dipaketkan ASUS dengan tas punggung hitam berlis biru yang ikonik itu, tetapi naik kelas dengan sleeve yang tentunya lebih elegan. Garansinya juga dua tahun internasional dan service center-nya sendiri melimpah serta tersebar merata di seluruh wilayah Tanah Air, masih bisa diperpanjang setahun lagi dengan layanan ASUS Premium Care. Di tahun pertama, kesalahan pengguna untuk pertama kalinya ikut ditanggung, tepatnya 80%-nya, sebagai manfaat dari termasuknya produk ini dalam program ASUS Perfect Warranty.

Perangkat lunak sudah menyertakan Windows 10 Home asli, Microsoft Office (tetapi masih versi trial), Spotify, dan antivirus dari McAfee. Namanya juga laptop kece, dengar musiknya juga yang up-to-date. Mengapa versi Microsoft Office-nya masih trial? Tidak semua pengguna bisa dipukul rata untuk menggunakan versi tertentu, misalkan ada orang yang cukup dengan versi Home and Student (Word-Excel-PowerPoint-OneNote), tetapi saya sendiri tidak demikian karena membutuhkan juga Publisher dan sesekali Access. Cara memenuhinya juga macam-macam, bisa berlangganan Office 365 atau membeli product key permanen sesuai versi yang dibutuhkan, di mana keduanya bisa dilakukan secara online. Berarti, secara umum laptop ini sudah datang dalam kondisi siap pakai.

Oke, sekarang harganya ya. Varian Core i5 hadir dengan harga Rp13.999.000 dan Core i7 hadir dengan harga Rp15.999.000, mungkin sedikit lebih murah di toko-toko online. Tergolong premium memang, tetapi terbayar dengan semua fiturnya kan? Spesifikasi terbaik, fitur terbaik, material terbaik, nikmat apa lagi yang hendak kau dustakan?

Para mahasiswa, pekerja, eksekutif, pebisnis, sampai content creators, semuanya cocok memiliki ASUS VivoBook 14 S433 ini. Saya pun berminat segera memboyongnya pulang ke “laboratorium” pribadi agar produktivitas bisa semakin meningkat, tetapi lebih memilih untuk sedikit menunggu hingga kondisi pandemi membaik dan bisa mengambil secara fisik di toko terdekat. Jika Anda tidak sabar menunggu, bisa langsung membelinya melalui toko online dan kurir akan mengirimkan unit laptop idaman ke rumah.

ASUS VivoBook S14 S433, #DareToBeYou. Bekerja di mana saja, bahkan sambil berlibur pun, terasa lebih produktif dengan laptop mumpuni nan kece untuk kita yang selalu berpikiran dan bekerja dengan cara generasi muda. How, how you like that?

Terakhir, tolong sahabat Cevan semuanya mendoakan saya supaya tahun ini benar-benar bisa lulus gelar Sarjana, proses saya menuju gelar ASAI dan kemudian FSAI lancar, cita-cita riset saya terwujud, serta bisa langsung bekerja setelah lulus kuliah. Amin. Terima kasih telah datang dan sampai ketemu di artikel berikutnya!

2 respons untuk ‘Menjadi Aktuaris Muda yang Kece, Mumpuni, dan Tetap Kreatif di Tengah Pandemi Korona Bersama ASUS VivoBook S14 S433

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.